Aspek Pokok Bisnis
a. Aspek Pokok
Bisnis
1. Sudut pandang
ekonomi
Bisnis adalah kegiatan ekonomis. Yang terjadi disini adalah adanya
interaksi antara produsen/perusahaan dengan pekerja, produsen dengan konsumen,
produsen dengan produsen dalam sebuah organisasi. Kegiatan antar manusia ini
adalah bertujuan untuk mencari untung oleh karena itu menjadi kegiatan
ekonomis. Pencarian keuntungan dalam bisnis tidak bersifat sepihak, tetapi
dilakukan melalui interaksi yang melibatkan berbagai pihak. Dari sudut pandang
ekonomis, good business adalah bisnis yang bukan saja menguntungkan, tetapi
juga bisnis yang berkualitas etis.
2. Sudut pandang
moral
Dalam bisnis, berorientasi pada profit adalah sangat wajar, akan tetapi
jangan keuntungan yang diperoleh tersebut justru merugikan pihak lain. Tidak
semua yang bisa kita lakukan boleh1 dilakukan juga. Kita harus menghormati
kepentingan dan hak orang lain. Pantas diperhatikan, bahwa dengan itu kita
sendiri tidak dirugikan, karena menghormati kepentingan dan hak orang lain itu
juga perlu dilakukan demi kepentingan bisnis kita sendiri.
3. Sudut pandang
hukum
Bisa dipastikan bahwa kegiatan bisnis juga terikat dengan “Hukum” Hukum
Dagang atau Hukum Bisnis, yang merupakan cabang penting dari ilmu hukum modern.
Dan dalam praktek hukum banyak masalah timbul dalam hubungan bisnis, pada taraf
nasional maupun international. Seperti etika, hukum juga merupakan sudut
pandang normatif, karena menetapkan apa yang harus dilakukan atau tidak boleh
dilakukan. Dari segi norma, hukum lebih jelas dan pasti daripada etika, karena
peraturan hukum dituliskan hitam atas putih dan ada sanksi tertentu bila
terjadi pelanggaran. Bahkan pada zaman kekaisaran Roma, ada pepatah terkenal :
“Quid leges sine moribus” yang
artinya : “apa artinya undang-undang kalau tidak disertai moralitas “.
b. Tolak ukur aspek
pokok bisnis
·
Dari sudut pandang ekonomis tolok ukurnya yaitu bila bisnis
memberikan profit dan hal ini akan jelas terbaca pada laporan rugi/laba
perusahaan di akhir tahun.
·
Dari sudut pandang hukum pun jelas,
bahwa bisnis yang baik adalah yang diperbolehkan oleh system hokum yang berlaku
(penyelundupan adalah bisnis yang tidak baik).
·
Dari sudut pandang moral, setidaknya ada 3 tolok ukur yaitu :
1. Hati nurani
Suatu perbuatan adalah
baik, bila dilakukan sesuai dengan hati nuraninya, dan perbuatan lain buruk
bila dilakukan berlawanan dengan hati nuraninya. Kalau kita mengambil keputusan
moral berdasarkan hati nurani, keputusan yang diambil "dihadapan
Tuhan" dan kita sadar dengan tindakan tersebut memenuhi kehendak Tuhan.
2. Kaidah Emas
Cara lebih obyektif untuk
menilai baik buruknya perilaku moral adalah mengukurnya dengan Kaidah Emas
(positif), yang berbunyi : "Hendaklah memperlakukan orang lain sebagaimana
Anda sendiri ingin diperlakukan" Kenapa begitu? Tentunya kita menginginkan
diperlakukan dengan baik. Rumusan Kaidah Emas secara negatif : "Jangan
perlakukan orang lain, apa yang Anda sendiri tidak ingin akan dilakukan
terhadap diri Anda"
3. Penilaian Umum - Cara
ketiga dan barangkali paling ampuh untuk menentukan baik buruknya suatu
perbuatan atau perilaku adalah menyerahkan kepada masyarakat umum untuk
menilai. Cara ini bisa disebut juga audit sosial. Sebagaimana melalui audit
dalam arti biasa sehat tidaknya keadaan finansial suatu perusahaan dipastikan,
demikian juga kualitas etis suatu perbuatan ditentukan oleh penilaian
masyarakat umum.
Pelaksanaan tangung jawab sosial
suatu bisnis merupakan penerapan kepedulian bisnis terhadap lingkungan, baik
lingkungan alam, teknologi, ekonomi, sosial, budaya,perintah maupun masyarakat
Internasional. Bisnis yang menerapkan tanggung jawab sosial itu merupakan
bisnis yang menjalankan etika bisnis, sedangkan bisnis yang tidak melaksanakan
tanggung jawab sosial itu merupakan penerapan yang tidak etis. Penerapan etika
bisnis ini murupakan penerapan dari konsep “ StakeHolder” sebagai pengganti
dari konsep lama yaitu konsep “StockHolder” . Pengusaha yang menerapkan konsep
Stock Holder berusaha untuk mementingkan kepentingan para pemengang saham
(Stockholder) saja, di mana para pemegang saham tentu saja akan mementingkan
kepentinganya yaitu penghasilan yang tinggi baginya yaitu yang berupa deviden
atau pembagian laba serta harga saham dipasar bursa. Dengan memperoleh deviden
yang tinggi maka penghasilan mereka akan tinggi, sedangkan dengan naiknya nilai
atau kurs saham akan merupakan kenaikan kekayaan yang dimilikinya yaitu
sahamnya itu dapat dijual dengan harga yang lebih tinggi. Pemenuhan kepentingan
ataupun tuntutan dari para pemengan saham itu sering kali mengabaikan
kepentingan – kepentingan pihak-pihak yang lain yang juga terlibat dalam
kegiatan bisnis. Pihak lain yang terkait dalam kegiatan bisnis tidak hanya para
pemegang saham saja akan tetapi masih banyak lagi seperti :
-
Pekerja/ karyawan
-
Konsumen
-
Kreditur
-
Lembaga-lembaga keuangan
-
Pemerintah.
Etika Bisnis
a. Pengertian etika bisnis
Kata Etika berasal dari kata Yunani Kuno: "ethikos", berarti
"timbul dari kebiasaan" adalah cabang utama filsafat yang mempelajari nilai atau
kualitas yang menjadi studi mengenai standar dan penilaian moral. Etika
mencakup analisis dan penerapan konsep seperti benar, salah, baik, buruk, dan tanggung
jawab.
Dalam
ilmu ekonomi, bisnis adalah suatu organisasi yang menjual barang atau jasa
kepada konsumen atau bisnis lainnya, untuk mendapatkan laba. Secara historis
kata bisnis dari bahasa Inggris business, dari kata dasar busy yang berarti
"sibuk" dalam konteks individu, komunitas, ataupun masyarakat. Dalam
artian, sibuk mengerjakan aktivitas dan pekerjaan yang mendatangkan keuntungan.
Secara etimologi, bisnis berarti keadaan dimana seseorang atau sekelompok
orang sibuk melakukan pekerjaan yang menghasilkan keuntungan. Kata
"bisnis" sendiri memiliki tiga penggunaan, tergantung skupnya —
penggunaan singular kata bisnis dapat merujuk pada badan usaha, yaitu kesatuan
yuridis (hukum), teknis, dan ekonomis yang bertujuan mencari laba atau
keuntungan. Penggunaan yang lebih luas dapat merujuk pada sektor pasar tertentu,
misalnya "bisnis pertelevisian". Penggunaan yang paling luas merujuk
pada seluruh aktivitas yang dilakukan oleh komunitas penyedia barang dan jasa.
Etika bisnis adalah kegiatan yang secara umum menjelaskan dan
mengorientasikan pada kegiatan bisnis dan menyediakan dasar untuk menganalisa
masalah-masalah etis dalam bisnis.Etika bisnis sendiri dapat diartikan pemikiran atau
refleksi tentang moralitas dalam ekonomi dan bisnis.
Etika bisnis merupakan cara untuk melakukan
kegiatan bisnis,
yang mencakup seluruh aspek yang berkaitan dengan individu, perusahaan dan juga
masyarakat. Etika Bisnis dalam suatu perusahaan dapat membentuk nilai, norma
dan perilaku karyawan serta pimpinan dalam membangun hubungan yang adil dan
sehat dengan pelanggan/mitra kerja, pemegang saham, masyarakat.
Moralitas berarti aspek baik atau buruk, terpuji atau
tercela, dan karenanya diperbolehkan atau tidak, dari perilaku manusia.
Moralitas selalu berkaitan dengan apa yang dilakukan manusia, dan kegiatan
ekonomis merupakan suatu bidang perilaku manusia yang penting.
Menurut K. Bertens, ada 3 tujuan yang ingin dicapai
dalam mempelajari etika bisnis yaitu :
1. Menanamkan
atau meningkatkan kesadaran akan adanya demensi etis dalam bisnis.
Menanamkan jika sebelumnya kesadaran
itu tidak ada, meningkatkan bila kesadaran itu sudah ada, tapi masih lemah dan
ragu. Orang yang mendalami etika bisnis diharapkan memperoleh keyakinan bahwa
etika merupakan segi nyata dari kegiatan ekonomis yang perlu diberikan
perhatian serius.
2. Memperkenalkan
argumentasi moral khususnya dibidang ekonomi dan bisnis, serta membantu pelaku
bisnis/calon pebisnis dalam menyusun argumentasi moral yang tepat. Melalui
studi etika diharapkan pelaku bisnis akan sanggup menemukan fundamental
rasional untuk aspek moral yang menyangkut ekonomi dan bisnis.
3. Membantu
pelaku bisnis/calon pebisnis, untuk menentukan sikap moral yang
tepat didalam profesinya (kelak).
b.Etika Bisnis yang Baik:
Menurut Richard De George, bila perusahaan ingin sukses/berhasil
memerlukan 3 hal pokok yaitu :
1.
Produk yang baik
2.
Managemen yang baik
3.
Memiliki Etika
c. Faktor
sejarah dan budaya dalam etika bisnis
Orang yang terjun dalam kegiatan
bisnis, menurut penilaian sekarang menyibukan diri dengan suatu pekerjaan
terhormat, apalagi jika ia berhasil menjadi pebisnis yang sukses. Dewasa ini
orang akan merasa bangga, bila dapat menunjukan kartu nama yang menyimpangkan
identitasnya sebagai direktur atau manajer dalam sebuah perusahaan ternama.
Jika kita
mempelajari sejarah , dan khususnya sejarah dunia barat , sikap positif ini
tidak selamanya menandai pandangan terhadap bisnis. Pedagang tidak mempunyai
nama baik dalam masyarakat barat masa lampau. Orang seperti pedangang jelas –
jelas dicurigakan kualitas etisnya. Sikap negatif terhadap bisnis ini
berlangsung terus sampai zaman modern dan baru menghilang seharusnya sekitar
waktu industrialisasi. Disini tentu tidak mungkin mempelajari seluruh
perkembangan historis dari sikap terhadap bisnis ini. Hanya beberapa unsur saja
akan disinggung. Tetapi kiranya hal itu sudah cukup untuk memperlihatkan bahwa
pandangan etis tentang perdagangan dan bisnis berkiatan erat dengan faktor
sejarah dan budaya.
Hanya beberapa unsur saja
yang akan dibahas dalam pandangan sejarah dan budaya dalam etika bisnis yang
berkaitan dengan faktor -faktor yang etis yaitu terdiri dari :
- Kebudayaan
Yunani kuno
Masyarakat yunani kuno
pada umumnya berprasangka terhadap kegiatan dagang dan kekayaan. Warga negara
yang bebas seharusnya mencurahkan perhatian dan waktunya untuk kesenian dan
ilmu pengetahuan (filsafat), di samping tentu memberi sumbangsih kepada
pengurusan – pengurusan negara. Bukti lain yang kerap kali dikemukakan untuk
nama buruk dari perdagangan dalam masyarakat yunani kuno adalah kenyataan bahwa
dewa yunani hermes dihormati sebagai dewa pelindung baik bagi bai pedagang
maupun bagi pencuri. Pedagang dan pencuri terutama termasuk orang yang banyak
beergian dari satu tempat ke tempat lain, dan karena itu mempergunakan jalan.
Namun demikian , bagi orang modern tetap bisa timbul keheranan, karena pedagang
dan pencuri tanpa merasa keberatan dapat disebut dalam satu tarikan nafas.
- Agama Islam
Jika kita memandang sejarah, dalam
agama islam tampak pandangan lebih positif terhadp perdagangan dan kegiatan
ekonomis. Dalam periode modern tidak ditemukan sikap kritis dan curiga terhadap
bisnis. Nabi Muhammad sendiri adalah seorang pedagang dan ajaran islam mula –
mula disebarluaskan terutama melalui para pedagang muslim. Dalam Al–Qur’an
terdapat peringatan terhadap penyalahgunaan kekayaan , tetapi tidak dilarang
mencari kekayaan dengan cara halal. Seandainya begitu , akan timbul
pertentangan juga dengan ajaran zakat yang mewajibkan orang membagi kekayaan
dan pendapatannya yang berlebih. Penelitiaan historis perlu dilakukan apakah
etika reformasi itu sebenarnya mendapat pengaruh dari ajaran Islam.
Sepatah kata perlu ditambah tentang
masalah riba dalam pandangan Islam, sebuah persoalan yang jelas berkaitan
dengan etika ekonomi. Pertama – tama peru kita tekankan bahwa masalah ini tidak
terbatas pada Agama Islam saja/ oleh dikatakan pengambilan riba di larang dalam
seluruh dunia. Jika kita melihat dalam prespektif sejarah, masalah riba sangat
menarik sebagai contoh tentang mungkinkannya perubahan rudikal dalam pemikiran
moral dan khususnya perubahan yang didorong oleh realitas ekonomis. Dalam
kalangan islam dewasa ini tidak semua orang bisa menerima pembedaan antara riba
dengan bunga uang ini. Sehingga pandangan tentang masalah moral ini menjadi
berbeda.
Dalam diskusi – diskusi etis yang
modern masalah riba muncul kembali dalam konteks utang negara – negara miskin
terhadap negara – negara kaya. Salah satu argumen untuk membela negara – negara
miskin yang tidak sanggup membayar kembali utangnya adalah bahwa mereka
terpaksa meminjam uang dari negara – negara kaya , supaya dapat bertahan hidup.
Disini tidak bisa dikatakan bahwa mereka dengan bebas meminta pinjaman
tersebut. Mereka tidak ada pilihan lain, kalau tidak mau tenggelam dalam tubir
kehancuran. Mereka tidak meminjam uang menurut “nilai pasar”. Mereka terlilit
utag yang didasarkan atas riba (dalam arti tidak etis).
- Agama Kristen
Dalam kitab suci kristen
terdapat cukup banyak teks yang berada kritis terhadap kekayaan uang, dalam
perjanjian lama maupun baru. Dalam Alkitab itu sendiri perdgangan tidak ditolak
sebagai kurang etis , akan tetapi , karena perdagangan merupakan salah satu
jalan biasa menuju kekayaan. Tetapi teolog tersebut mempunyai penafsiran lain
dengan melihat adegan itu.
- Kebudayaan
Jawa
Dipandang
menurut spektrum budaya, tidak semua suku bangsa indonesia memperlihatkan minat
dan bakatnya yang sama di bilang perdaangan. Orang minang , umpamanya ,
terkenal karena tekun dalam usaha dagangnya dan sanggup mencatat sukses. Dalam
kebudayaan jawa terlihat perbedaan yang menarik. Jika Clifford Geertz pada
tahun1950-an menyelidiki struktur sosial dari kota jawa timur yang diebutnya
modjokuto (nama samaran untuk pare), ia disitu menemukan empat golongan : Penyanyi
, para pedagang pribumi (wong dagang) , orang kecil yang bekerja
sebagai buruh tani atau tukang (wong cilik), orang tionghoa (orang
china) yang hampir semua bekerja di bidang perdagangan.
Perbedaan yang
dilukiskan tadi kadang – kadang bergema dalam pengalaman orang jawa modern.
Seorang pengusaha terkenal, asal jawa, umpamanya, mengaku kepada wartawan
asing. “ayah selalu menegaskan kepadaku bahwa bisnis adalah kegiatan untuk
kelas bawah. Ia ingin aku akan bekerja di pemerintahan”. Dalam trasisi
kebudayaan jawa kekayaan ternyata dicurigakan. Pandangan ini tentu tidak
kondusif untuk memajukan semangat kewiraswastaan. Secara spotan kekayaan tidak
dihargai sebagai hasil jerih payah seorang atau sebagai prestasi dalam
berusaha.
- Sikap modern dewasa ini
Hanya sepintas menijau data sejarah
dan budaya sudah cukup untuk menyadarkan kita tentang perbedaan sikap terhdap
bisnis, dulu dan sekarang. Kalau sekarang kegiatan bisnis dinilai sebagai
pekerjaan terhormat dan semakin jauh dibanggakan sejauh membawa sukses, di masa
silam tidak selalu begitu. Kalau pencarian untung menjadi motif utama bagi
bisnis mengejar kepentingan diri. Namun demikian , masih ada jalan tengh antara
egoisme dan alturisme. Tidak benar bahwa mengejar kepentingan diri selalu sama
dengan egoisme. Bisa juga orang mengejar kepentingan diri, sambil tetap
memperhatikan kepentingan orang lain. Orang yang terlibat dalam kegiatan
bisnis, memang mencari kepentingan diri (ia tidak bermaksud melakukan karya
amal), tapi tidak sampai merugikan kepentingn orang lain. Sebaliknya, relasi
ekonomis justru menguntungkn untuk kedua belah pihak sekaligus. Diantara aemua
relasi antar manusia, berangkali inilah ciri khas ang paling mencolok pada
relasi ekonomis. Tetapi serentak juga disini tampak kebutuhan akan etika, dalam
arti nilai – nilai dan norma – norma moral yang harus dipegang dalam kegiatan
bisnis. Keprihatinan moral dalam berbisnis kini tampak pada tahap lain lagi
ketimbang konteks tradisional. Kita hidup di zaman konglomerat dan korporasi
multinassional. Kita hidup di zaman kaitalisme, bahkan sejak runtuhnya komunisme
, kapitalisme tanpa antagonis.
Semuanya ini beraku pada taraf nasional maupun internasional. malah dalam
era globalisasi ekonomi sekarang, masalahnya menjadi lebih pelik lagi. Jika
kuasa ekonomi bisa merajalela dengan leluasa, tidak bisa dihindarkan ekonomi –
ekonomi lemah menjadi korbanya. Kuasa selalu dipegang oleh yang kuat dan secara
alami yang kuat menindih yang lemah. Disini bukan tempatnya untuk merugikan
semuanya ini dengan lebih rinci. Untuk sementara kita bisa membatasi diri pada
prinsip : makin besar kepentingan – kepentingan yang digumuli bisnis, makin
mendesak pula keikutsetaan etika.
d.
Prinsip Etika Bisnis
Etika bisnis
memiliki prinsip-prinsip yang harus ditempuh perusahaan oleh perusahaan untuk
mencapai tujuannya dan harus dijadikan pedoman agar memiliki standar baku yang
mencegah timbulnya ketimpangan dalam memandang etika moral sebagai standar
kerja atau operasi perusahaan. Muslich (1998: 31-33) mengemukakan
prinsip-prinsip etika bisnis sebagai berikut:
1. Prinsip
otonomi
Prinsip otonomi adalah sikap dan
kemampuan manusia untuk mengambil keputusan dan bertindak berdasarkan
kesadarannya tentang apa yang dianggapnya baik untuk dilakukan. Atau mengandung
arti bahwa perusahaan secara bebas memiliki wewenang sesuai dengan bidang yang
dilakukan dan pelaksanaannya dengan visi dan misi yang dimilikinya. Kebijakan
yang diambil perusahaan harus diarahkan untuk pengembangan visi dan misi
perusahaan yang berorientasi pada kemakmuran dan kesejahteraan karyawan dan
komunitasnya. Dalam kaitan ini salah satu contoh adalah perusahaan yang
memiliki kewajiban terhadap para pelanggan, diantaranya adalah:
a. Memberikan produk dan jasa
dengan kualitas yang terbaik dan sesuai dengan tuntutan mereka
b.
Memperlakukan pelanggan secara adil dalam semua transaksi,
termasuk pelayanan yang tinggi dan memperbaiki ketidakpuasan mereka
c.
Membuat setiap usaha menjamin adanya kesehatan dan
keselamatan pelanggan, demikian juga kualitas lingkungan mereka, akan dijaga
kelangsungannya dan ditingkatkan terhadap produk dan jasa perusahaan
d. Perusahaan harus
menghormati martabat manusia dalam menawarkan, memasarkan, dan mengiklankan
produk.
2. Prinsip
kejujuran
Kejujuran merupakan nilai
yang paling mendasar dalam mendukung keberhasilan perusahaan. Kejujuran harus
diarahkan pada semua pihak, baik internal maupun eksternal perusahaan. Jika
prinsip kejujuran ini dapat dipegang teguh oleh perusahaan, maka akan dapat
meningkatkan kepercayaan dari lingkungan perusahaan tersebut. Terdapat tiga
lingkup kegiatan bisnis yang berkaitan dengan kejujuran:
a. Kejujuran relevan dalam
pemenuhan syarat-syarat perjanjian dan kontrak. Pelaku bisnis disini secara apriori
saling percaya satu sama lain, bahwa masing-masing pihak jujur
melaksanakan janjinya. Karena jika salah satu pihak melanggar, maka tidak
mungkin lagi pihak yang dicuranginya mau bekerjasama lagi, dan pihak pengusaha
lainnya akan tahu dan tentunya malas berbisnis dengan pihak yang bertindak
curang tersebut.
b. Kejujuran relevan dengan
penawaran barang dan jasa dengan mutu dan harga yang baik. Kepercayaan konsumen
adalah prinsip pokok dalam berbisnis. Karena jika ada konsumen yang merasa
tertipu, tentunya hal tersebut akan menyebar dan menyebabkan konsumen beralih
ke produk lain.
c. Kejujuran relevan dalam
hubungan kerja intern dalam suatu perusahaan yaitu
antara pemberi kerja dan
pekerja, dan berkaitan dengan kepercayaan. Perusahaan akan hancur jika
kejujuran karyawan ataupun atasannya tidak terjaga.
3.
Prinsip Keadilan
Prinsip
ini menuntut agar setiap orang diperlakukan secara sama sesuai dengan aturan
yang adil dan kriteria yang rasional objektif dan dapat dipertanggungjawabkan.
Keadilan berarti tidak ada pihak yang dirugikan hak dan kepentingannya. Salah
satu teori mengenai keadilan yang dikemukakan oleh Aristoteles adalah:
a. Keadilan legal. Ini
menyangkut hubungan antara individu atau kelompok masyarakat dengan
negara. Semua pihak dijamin untuk mendapat perlakuan yang sama sesuai
dengan hukum yang berlaku. Secara khusus dalam bidang bisnis, keadilan legal
menuntut agar Negara bersikap netral dalam memperlakukan semua pelaku
ekonomi, negara menjamin kegiatan bisnis yang sehat dan baik dengan
mengeluarkan aturan dan hukum bisnis yang berlaku secara sama bagi semua pelaku
bisnis.
b. Keadilan komunitatif.
Keadilan ini mengatur hubungan yang adil antara orang yang satu dan yang lain.
Keadilan ini menyangkut hubungan vertikal antara negara dan warga negara, dan
hubungan horizontal antar warga negara. Dalam bisnis keadilan ini berlaku
sebagai kejadian tukar, yaitu menyangkut pertukaran yang fair antara pihak-pihak
yang terlibat.
c. Keadilan distributif. Atau
disebut juga keadilan ekonomi, yaitu distribusi ekonomi yang merata atau
dianggap adil bagi semua warga negara. Dalam dunia bisnis keadilan
ini berkaitan dengan prinsip perlakuan yang sama sesuai dengan
aturan dan ketentuan dalam perusahaan yang juga adil dan baik.
4. Prinsip
Saling Menguntungkan
Prinsip
ini menuntut agar semua pihak berusaha untuk saling menguntungkan satu sama
lain. Dalam dunia bisnis, prinsip ini menuntut persaingan bisnis haruslah bisa
melahirkan suatu win-win situation.
5. Prinsip
Integritas Moral
Prinsip
ini menyarankan dalam berbisnis selayaknya dijalankan dengan tetap menjaga nama
baiknya dan nama baik perusahaan.
Dari kelima prinsip yang telah dipaparkan di atas, prinsip
keadilanlah yang merupakan prinsip yang paling penting dalam berbisnis. Prinsip
ini menjadi dasar dan jiwa dari semua aturan bisnis, walaupun prinsip lainnya
juga tidak akan terabaikan. Karena menurut Adam Smith, dalam prinsip keadilan
khususnya keadilan komutatif berupa no harm, bahwa sampai tingkat
tertentu, prinsip ini telah mengandung semua prinsip etika bisnis lainnya.
Karena orang yang jujur tidak akan merugikan orang lain, orang yang mau saling
menguntungkan dengan pibak lain, dan bertanggungjawab untuk tidak merugikan
orang lain tanpa alasan yang diterima dan masuk akal.
Daftar Pustaka
0 komentar:
Post a Comment