selangkah lebih maju

Jika kamu tidak mengejar apa yang kamu inginkan, maka kamu tidak akan pernah memilikinya. Jika kamu tidak bertanya, maka jawabanya adalah tidak. Jika kamu tidak mengambil langkah maju, maka kamu akan berada di tempat yang sama
Get Gifs at CodemySpace.com

Wednesday, October 1, 2014

aspek pokok bisnis

| |


Aspek Pokok Bisnis
a. Aspek Pokok Bisnis
1. Sudut pandang ekonomi
Bisnis adalah kegiatan ekonomis. Yang terjadi disini adalah adanya interaksi antara produsen/perusahaan dengan pekerja, produsen dengan konsumen, produsen dengan produsen dalam sebuah organisasi. Kegiatan antar manusia ini adalah bertujuan untuk mencari untung oleh karena itu menjadi kegiatan ekonomis. Pencarian keuntungan dalam bisnis tidak bersifat sepihak, tetapi dilakukan melalui interaksi yang melibatkan berbagai pihak. Dari sudut pandang ekonomis, good business adalah bisnis yang bukan saja menguntungkan, tetapi juga bisnis yang berkualitas etis.
2. Sudut pandang moral
Dalam bisnis, berorientasi pada profit adalah sangat wajar, akan tetapi jangan keuntungan yang diperoleh tersebut justru merugikan pihak lain. Tidak semua yang bisa kita lakukan boleh1 dilakukan juga. Kita harus menghormati kepentingan dan hak orang lain. Pantas diperhatikan, bahwa dengan itu kita sendiri tidak dirugikan, karena menghormati kepentingan dan hak orang lain itu juga perlu dilakukan demi kepentingan bisnis kita sendiri.
3. Sudut pandang hukum
Bisa dipastikan bahwa kegiatan bisnis juga terikat dengan “Hukum” Hukum Dagang atau Hukum Bisnis, yang merupakan cabang penting dari ilmu hukum modern. Dan dalam praktek hukum banyak masalah timbul dalam hubungan bisnis, pada taraf nasional maupun international. Seperti etika, hukum juga merupakan sudut pandang normatif, karena menetapkan apa yang harus dilakukan atau tidak boleh dilakukan. Dari segi norma, hukum lebih jelas dan pasti daripada etika, karena peraturan hukum dituliskan hitam atas putih dan ada sanksi tertentu bila terjadi pelanggaran. Bahkan pada zaman kekaisaran Roma, ada pepatah terkenal : “Quid leges sine moribus” yang artinya : “apa artinya undang-undang kalau tidak disertai moralitas “.
b.      Tolak ukur aspek pokok  bisnis
·    Dari sudut pandang ekonomis tolok ukurnya yaitu bila bisnis memberikan profit dan hal ini akan jelas terbaca pada laporan rugi/laba perusahaan di akhir tahun.
·    Dari sudut pandang hukum pun jelas, bahwa bisnis yang baik adalah yang diperbolehkan oleh system hokum yang berlaku (penyelundupan adalah bisnis yang tidak baik).
·    Dari sudut pandang moral, setidaknya ada 3 tolok ukur yaitu :
1. Hati nurani
Suatu perbuatan adalah baik, bila dilakukan sesuai dengan hati nuraninya, dan perbuatan lain buruk bila dilakukan berlawanan dengan hati nuraninya. Kalau kita mengambil keputusan moral berdasarkan hati nurani, keputusan yang diambil "dihadapan Tuhan" dan kita sadar dengan tindakan tersebut memenuhi kehendak Tuhan.
2. Kaidah Emas
Cara lebih obyektif untuk menilai baik buruknya perilaku moral adalah mengukurnya dengan Kaidah Emas (positif), yang berbunyi : "Hendaklah memperlakukan orang lain sebagaimana Anda sendiri ingin diperlakukan" Kenapa begitu? Tentunya kita menginginkan diperlakukan dengan baik. Rumusan Kaidah Emas secara negatif : "Jangan perlakukan orang lain, apa yang Anda sendiri tidak ingin akan dilakukan terhadap diri Anda"
3. Penilaian Umum - Cara ketiga dan barangkali paling ampuh untuk menentukan baik buruknya suatu perbuatan atau perilaku adalah menyerahkan kepada masyarakat umum untuk menilai. Cara ini bisa disebut juga audit sosial. Sebagaimana melalui audit dalam arti biasa sehat tidaknya keadaan finansial suatu perusahaan dipastikan, demikian juga kualitas etis suatu perbuatan ditentukan oleh penilaian masyarakat umum.
Pelaksanaan tangung jawab sosial suatu bisnis merupakan penerapan kepedulian bisnis terhadap lingkungan, baik lingkungan alam, teknologi, ekonomi, sosial, budaya,perintah maupun masyarakat Internasional. Bisnis yang menerapkan tanggung jawab sosial itu merupakan bisnis yang menjalankan etika bisnis, sedangkan bisnis yang tidak melaksanakan tanggung jawab sosial itu merupakan penerapan yang tidak etis. Penerapan etika bisnis ini murupakan penerapan dari konsep “ StakeHolder” sebagai pengganti dari konsep lama yaitu konsep “StockHolder” . Pengusaha yang menerapkan konsep Stock Holder berusaha untuk mementingkan kepentingan para pemengang saham (Stockholder) saja, di mana para pemegang saham tentu saja akan mementingkan kepentinganya yaitu penghasilan yang tinggi baginya yaitu yang berupa deviden atau pembagian laba serta harga saham dipasar bursa. Dengan memperoleh deviden yang tinggi maka penghasilan mereka akan tinggi, sedangkan dengan naiknya nilai atau kurs saham akan merupakan kenaikan kekayaan yang dimilikinya yaitu sahamnya itu dapat dijual dengan harga yang lebih tinggi. Pemenuhan kepentingan ataupun tuntutan dari para pemengan saham itu sering kali mengabaikan kepentingan – kepentingan pihak-pihak yang lain yang juga terlibat dalam kegiatan bisnis. Pihak lain yang terkait dalam kegiatan bisnis tidak hanya para pemegang saham saja akan tetapi masih banyak lagi seperti :
- Pekerja/ karyawan
- Konsumen
- Kreditur
- Lembaga-lembaga keuangan
- Pemerintah.

Etika Bisnis
a. Pengertian etika bisnis
Kata Etika berasal dari kata Yunani Kuno: "ethikos", berarti "timbul dari kebiasaan" adalah cabang utama filsafat yang mempelajari nilai atau kualitas yang menjadi studi mengenai standar dan penilaian moral. Etika mencakup analisis dan penerapan konsep seperti benar, salah, baik, buruk, dan tanggung jawab.
Dalam ilmu ekonomi, bisnis adalah suatu organisasi yang menjual barang atau jasa kepada konsumen atau bisnis lainnya, untuk mendapatkan laba. Secara historis kata bisnis dari bahasa Inggris business, dari kata dasar busy yang berarti "sibuk" dalam konteks individu, komunitas, ataupun masyarakat. Dalam artian, sibuk mengerjakan aktivitas dan pekerjaan yang mendatangkan keuntungan.
Secara etimologi, bisnis berarti keadaan dimana seseorang atau sekelompok orang sibuk melakukan pekerjaan yang menghasilkan keuntungan. Kata "bisnis" sendiri memiliki tiga penggunaan, tergantung skupnya — penggunaan singular kata bisnis dapat merujuk pada badan usaha, yaitu kesatuan yuridis (hukum), teknis, dan ekonomis yang bertujuan mencari laba atau keuntungan. Penggunaan yang lebih luas dapat merujuk pada sektor pasar tertentu, misalnya "bisnis pertelevisian". Penggunaan yang paling luas merujuk pada seluruh aktivitas yang dilakukan oleh komunitas penyedia barang dan jasa.
Etika bisnis adalah kegiatan yang secara umum menjelaskan dan mengorientasikan pada kegiatan bisnis dan menyediakan dasar untuk menganalisa masalah-masalah etis dalam bisnis.Etika bisnis sendiri dapat diartikan pemikiran atau refleksi tentang moralitas dalam ekonomi dan bisnis.
Etika bisnis merupakan cara untuk melakukan kegiatan bisnis, yang mencakup seluruh aspek yang berkaitan dengan individu, perusahaan dan juga masyarakat. Etika Bisnis dalam suatu perusahaan dapat membentuk nilai, norma dan perilaku karyawan serta pimpinan dalam membangun hubungan yang adil dan sehat dengan pelanggan/mitra kerja, pemegang saham, masyarakat.
Moralitas berarti aspek baik atau buruk, terpuji atau tercela, dan karenanya diperbolehkan atau tidak, dari perilaku manusia. Moralitas selalu berkaitan dengan apa yang dilakukan manusia, dan kegiatan ekonomis merupakan suatu bidang perilaku manusia yang penting.
Menurut K. Bertens, ada 3 tujuan yang ingin dicapai dalam mempelajari etika bisnis  yaitu :
1. Menanamkan atau meningkatkan kesadaran akan adanya demensi etis dalam bisnis.
Menanamkan jika sebelumnya kesadaran itu tidak ada, meningkatkan bila kesadaran itu sudah ada, tapi masih lemah dan ragu. Orang yang mendalami etika bisnis diharapkan memperoleh keyakinan bahwa etika merupakan segi nyata dari kegiatan ekonomis yang perlu diberikan perhatian serius.
2. Memperkenalkan argumentasi moral khususnya dibidang ekonomi dan bisnis, serta membantu pelaku bisnis/calon pebisnis dalam menyusun argumentasi moral yang tepat. Melalui studi etika diharapkan pelaku bisnis akan sanggup menemukan fundamental rasional untuk aspek moral yang menyangkut ekonomi dan bisnis.
3. Membantu pelaku bisnis/calon pebisnis, untuk menentukan sikap moral yang tepat didalam profesinya (kelak).

b.Etika Bisnis yang Baik:
Menurut Richard De George, bila perusahaan ingin sukses/berhasil memerlukan 3 hal pokok yaitu :
1. Produk yang baik
2. Managemen yang baik
3. Memiliki Etika
c.  Faktor sejarah dan budaya dalam etika bisnis
Orang yang terjun dalam kegiatan bisnis, menurut penilaian sekarang menyibukan diri dengan suatu pekerjaan terhormat, apalagi jika ia berhasil menjadi pebisnis yang sukses. Dewasa ini orang akan merasa bangga, bila dapat menunjukan kartu nama yang menyimpangkan identitasnya sebagai direktur atau manajer dalam sebuah perusahaan ternama.
Jika kita mempelajari sejarah , dan khususnya sejarah dunia barat , sikap positif ini tidak selamanya menandai pandangan terhadap bisnis. Pedagang tidak mempunyai nama baik dalam masyarakat barat masa lampau. Orang seperti pedangang jelas – jelas dicurigakan kualitas etisnya. Sikap negatif terhadap bisnis ini berlangsung terus sampai zaman modern dan baru menghilang seharusnya sekitar waktu industrialisasi. Disini tentu tidak mungkin mempelajari seluruh perkembangan historis dari sikap terhadap bisnis ini. Hanya beberapa unsur saja akan disinggung. Tetapi kiranya hal itu sudah cukup untuk memperlihatkan bahwa pandangan etis tentang perdagangan dan bisnis berkiatan erat dengan faktor sejarah dan budaya.
Hanya beberapa unsur saja yang akan dibahas dalam pandangan sejarah dan budaya dalam etika bisnis yang berkaitan dengan faktor -faktor yang etis yaitu terdiri dari :
- Kebudayaan Yunani kuno
Masyarakat yunani kuno pada umumnya berprasangka terhadap kegiatan dagang dan kekayaan. Warga negara yang bebas seharusnya mencurahkan perhatian dan waktunya untuk kesenian dan ilmu pengetahuan (filsafat), di samping tentu memberi sumbangsih kepada pengurusan – pengurusan negara. Bukti lain yang kerap kali dikemukakan untuk nama buruk dari perdagangan dalam masyarakat yunani kuno adalah kenyataan bahwa dewa yunani hermes dihormati sebagai dewa pelindung baik bagi bai pedagang maupun bagi pencuri. Pedagang dan pencuri terutama termasuk orang yang banyak beergian dari satu tempat ke tempat lain, dan karena itu mempergunakan jalan. Namun demikian , bagi orang modern tetap bisa timbul keheranan, karena pedagang dan pencuri tanpa merasa keberatan dapat disebut dalam satu tarikan nafas.
- Agama Islam
Jika kita memandang sejarah, dalam agama islam tampak pandangan lebih positif terhadp perdagangan dan kegiatan ekonomis. Dalam periode modern tidak ditemukan sikap kritis dan curiga terhadap bisnis. Nabi Muhammad sendiri adalah seorang pedagang dan ajaran islam mula – mula disebarluaskan terutama melalui para pedagang muslim. Dalam Al–Qur’an terdapat peringatan terhadap penyalahgunaan kekayaan , tetapi tidak dilarang mencari kekayaan dengan cara halal. Seandainya begitu , akan timbul pertentangan juga dengan ajaran zakat yang mewajibkan orang membagi kekayaan dan pendapatannya yang berlebih. Penelitiaan historis perlu dilakukan apakah etika reformasi itu sebenarnya mendapat pengaruh dari ajaran Islam.
Sepatah kata perlu ditambah tentang masalah riba dalam pandangan Islam, sebuah persoalan yang jelas berkaitan dengan etika ekonomi. Pertama – tama peru kita tekankan bahwa masalah ini tidak terbatas pada Agama Islam saja/ oleh dikatakan pengambilan riba di larang dalam seluruh dunia. Jika kita melihat dalam prespektif sejarah, masalah riba sangat menarik sebagai contoh tentang mungkinkannya perubahan rudikal dalam pemikiran moral dan khususnya perubahan yang didorong oleh realitas ekonomis. Dalam kalangan islam dewasa ini tidak semua orang bisa menerima pembedaan antara riba dengan bunga uang ini. Sehingga pandangan tentang masalah moral ini menjadi berbeda.
Dalam diskusi – diskusi etis yang modern masalah riba muncul kembali dalam konteks utang negara – negara miskin terhadap negara – negara kaya. Salah satu argumen untuk membela negara – negara miskin yang tidak sanggup membayar kembali utangnya adalah bahwa mereka terpaksa meminjam uang dari negara – negara kaya , supaya dapat bertahan hidup. Disini tidak bisa dikatakan bahwa mereka dengan bebas meminta pinjaman tersebut. Mereka tidak ada pilihan lain, kalau tidak mau tenggelam dalam tubir kehancuran. Mereka tidak meminjam uang menurut “nilai pasar”. Mereka terlilit utag yang didasarkan atas riba (dalam arti tidak etis).
- Agama Kristen
Dalam kitab suci kristen terdapat cukup banyak teks yang berada kritis terhadap kekayaan uang, dalam perjanjian lama maupun baru. Dalam Alkitab itu sendiri perdgangan tidak ditolak sebagai kurang etis , akan tetapi , karena perdagangan merupakan salah satu jalan biasa menuju kekayaan. Tetapi teolog tersebut mempunyai penafsiran lain dengan melihat adegan itu.
- Kebudayaan Jawa
Dipandang menurut spektrum budaya, tidak semua suku bangsa indonesia memperlihatkan minat dan bakatnya yang sama di bilang perdaangan. Orang minang , umpamanya , terkenal karena tekun dalam usaha dagangnya dan sanggup mencatat sukses. Dalam kebudayaan jawa terlihat perbedaan yang menarik. Jika Clifford Geertz pada tahun1950-an menyelidiki struktur sosial dari kota jawa timur yang diebutnya modjokuto (nama samaran untuk pare), ia disitu menemukan empat golongan : Penyanyi , para pedagang pribumi (wong dagang) , orang kecil yang bekerja sebagai buruh tani atau tukang (wong cilik), orang tionghoa (orang china) yang hampir semua bekerja di bidang perdagangan.
Perbedaan yang dilukiskan tadi kadang – kadang bergema dalam pengalaman orang jawa modern. Seorang pengusaha terkenal, asal jawa, umpamanya, mengaku kepada wartawan asing. “ayah selalu menegaskan kepadaku bahwa bisnis adalah kegiatan untuk kelas bawah. Ia ingin aku akan bekerja di pemerintahan”. Dalam trasisi kebudayaan jawa kekayaan ternyata dicurigakan. Pandangan ini tentu tidak kondusif untuk memajukan semangat kewiraswastaan. Secara spotan kekayaan tidak dihargai sebagai hasil jerih payah seorang atau sebagai prestasi dalam berusaha.
- Sikap modern dewasa ini
Hanya sepintas menijau data sejarah dan budaya sudah cukup untuk menyadarkan kita tentang perbedaan sikap terhdap bisnis, dulu dan sekarang. Kalau sekarang kegiatan bisnis dinilai sebagai pekerjaan terhormat dan semakin jauh dibanggakan sejauh membawa sukses, di masa silam tidak selalu begitu. Kalau pencarian untung menjadi motif utama bagi bisnis mengejar kepentingan diri. Namun demikian , masih ada jalan tengh antara egoisme dan alturisme. Tidak benar bahwa mengejar kepentingan diri selalu sama dengan egoisme. Bisa juga orang mengejar kepentingan diri, sambil tetap memperhatikan kepentingan orang lain. Orang yang terlibat dalam kegiatan bisnis, memang mencari kepentingan diri (ia tidak bermaksud melakukan karya amal), tapi tidak sampai merugikan kepentingn orang lain. Sebaliknya, relasi ekonomis justru menguntungkn untuk kedua belah pihak sekaligus. Diantara aemua relasi antar manusia, berangkali inilah ciri khas ang paling mencolok pada relasi ekonomis. Tetapi serentak juga disini tampak kebutuhan akan etika, dalam arti nilai – nilai dan norma – norma moral yang harus dipegang dalam kegiatan bisnis. Keprihatinan moral dalam berbisnis kini tampak pada tahap lain lagi ketimbang konteks tradisional. Kita hidup di zaman konglomerat dan korporasi multinassional. Kita hidup di zaman kaitalisme, bahkan sejak runtuhnya komunisme , kapitalisme tanpa antagonis.
Semuanya ini beraku pada taraf nasional maupun internasional. malah dalam era globalisasi ekonomi sekarang, masalahnya menjadi lebih pelik lagi. Jika kuasa ekonomi bisa merajalela dengan leluasa, tidak bisa dihindarkan ekonomi – ekonomi lemah menjadi korbanya. Kuasa selalu dipegang oleh yang kuat dan secara alami yang kuat menindih yang lemah. Disini bukan tempatnya untuk merugikan semuanya ini dengan lebih rinci. Untuk sementara kita bisa membatasi diri pada prinsip : makin besar kepentingan – kepentingan yang digumuli bisnis, makin mendesak pula keikutsetaan etika.
d.      Prinsip Etika Bisnis
Etika bisnis memiliki prinsip-prinsip yang harus ditempuh perusahaan oleh perusahaan untuk mencapai tujuannya dan harus dijadikan pedoman agar memiliki standar baku yang mencegah timbulnya ketimpangan dalam memandang etika moral sebagai standar kerja atau operasi perusahaan. Muslich (1998: 31-33) mengemukakan prinsip-prinsip etika bisnis sebagai berikut:
1. Prinsip otonomi
Prinsip otonomi adalah sikap dan kemampuan manusia untuk mengambil keputusan dan bertindak berdasarkan kesadarannya tentang apa yang dianggapnya baik untuk dilakukan. Atau mengandung arti bahwa perusahaan secara bebas memiliki wewenang sesuai dengan bidang yang dilakukan dan pelaksanaannya dengan visi dan misi yang dimilikinya. Kebijakan yang diambil perusahaan harus diarahkan untuk pengembangan visi dan misi perusahaan yang berorientasi pada kemakmuran dan kesejahteraan karyawan dan komunitasnya. Dalam kaitan ini salah satu contoh adalah perusahaan yang memiliki kewajiban terhadap para pelanggan, diantaranya adalah:
a. Memberikan produk dan jasa dengan kualitas yang terbaik dan sesuai dengan tuntutan mereka
b. Memperlakukan pelanggan secara adil dalam semua transaksi, termasuk pelayanan yang tinggi dan memperbaiki ketidakpuasan mereka
c.  Membuat setiap usaha menjamin adanya kesehatan dan keselamatan pelanggan, demikian juga kualitas lingkungan mereka, akan dijaga kelangsungannya dan ditingkatkan terhadap produk  dan  jasa perusahaan
d. Perusahaan harus menghormati martabat manusia dalam menawarkan, memasarkan, dan mengiklankan produk.
2. Prinsip kejujuran
Kejujuran merupakan nilai yang paling mendasar dalam mendukung keberhasilan perusahaan. Kejujuran harus diarahkan pada semua pihak, baik internal maupun eksternal perusahaan. Jika prinsip kejujuran ini dapat dipegang teguh oleh perusahaan, maka akan dapat meningkatkan kepercayaan dari lingkungan perusahaan tersebut. Terdapat tiga lingkup kegiatan bisnis yang berkaitan dengan kejujuran:
a. Kejujuran relevan dalam pemenuhan syarat-syarat perjanjian dan kontrak. Pelaku bisnis disini secara apriori saling percaya satu sama lain, bahwa masing-masing pihak jujur melaksanakan janjinya. Karena jika salah satu pihak melanggar, maka tidak mungkin lagi pihak yang dicuranginya mau bekerjasama lagi, dan pihak pengusaha lainnya akan tahu dan tentunya malas berbisnis dengan pihak yang bertindak curang tersebut.
b. Kejujuran relevan dengan penawaran barang dan jasa dengan mutu dan harga yang baik. Kepercayaan konsumen adalah prinsip pokok dalam berbisnis. Karena jika ada konsumen yang merasa tertipu, tentunya hal tersebut akan menyebar dan menyebabkan konsumen beralih ke produk lain.
c.  Kejujuran relevan dalam hubungan kerja intern dalam suatu perusahaan yaitu   antara   pemberi    kerja   dan   pekerja, dan berkaitan dengan kepercayaan. Perusahaan akan hancur jika kejujuran karyawan ataupun atasannya tidak terjaga.

3. Prinsip Keadilan
Prinsip ini menuntut agar setiap orang diperlakukan secara sama sesuai dengan aturan yang adil dan kriteria yang rasional objektif dan dapat dipertanggungjawabkan. Keadilan berarti tidak ada pihak yang dirugikan hak dan kepentingannya. Salah satu teori mengenai keadilan yang dikemukakan oleh Aristoteles adalah:
a. Keadilan legal. Ini menyangkut hubungan antara individu atau kelompok masyarakat  dengan negara. Semua  pihak dijamin untuk mendapat perlakuan yang sama sesuai dengan hukum yang berlaku. Secara khusus dalam bidang bisnis, keadilan legal menuntut agar  Negara bersikap netral dalam memperlakukan semua pelaku ekonomi, negara menjamin kegiatan bisnis yang sehat dan baik dengan mengeluarkan aturan dan hukum bisnis yang berlaku secara sama bagi semua pelaku bisnis.
b. Keadilan komunitatif. Keadilan ini mengatur hubungan yang adil antara orang yang satu dan yang lain. Keadilan ini menyangkut hubungan vertikal antara negara dan warga negara, dan hubungan horizontal antar warga negara. Dalam bisnis keadilan ini berlaku sebagai kejadian tukar, yaitu menyangkut pertukaran yang fair antara pihak-pihak yang terlibat.
c.  Keadilan distributif. Atau disebut juga keadilan ekonomi, yaitu distribusi ekonomi yang merata atau dianggap adil bagi semua warga negara. Dalam dunia bisnis keadilan ini   berkaitan dengan prinsip perlakuan yang sama sesuai dengan aturan dan ketentuan   dalam perusahaan yang juga adil dan baik.
4. Prinsip Saling Menguntungkan
Prinsip ini menuntut agar semua pihak berusaha untuk saling menguntungkan satu sama lain. Dalam dunia bisnis, prinsip ini menuntut persaingan bisnis haruslah bisa melahirkan suatu win-win situation.

5. Prinsip Integritas Moral
Prinsip ini menyarankan dalam berbisnis selayaknya dijalankan dengan tetap menjaga nama baiknya dan nama baik perusahaan.
Dari kelima prinsip yang telah dipaparkan di atas, prinsip keadilanlah yang merupakan prinsip yang paling penting dalam berbisnis. Prinsip ini menjadi dasar dan jiwa dari semua aturan bisnis, walaupun prinsip lainnya juga tidak akan terabaikan. Karena menurut Adam Smith, dalam prinsip keadilan khususnya keadilan komutatif berupa no harm, bahwa sampai tingkat tertentu, prinsip ini telah mengandung semua prinsip etika bisnis lainnya. Karena orang yang jujur tidak akan merugikan orang lain, orang yang mau saling menguntungkan dengan pibak lain, dan bertanggungjawab untuk tidak merugikan orang lain tanpa alasan yang diterima dan masuk akal.
















Daftar Pustaka




0 komentar:

go-top

Post a Comment

bunga bunga

clock

calender

My Playlist

Kebahagiaan yang sempurna tercermin dari orang yang SEDERHANA tapi dapat memperlakukanmu dengan ISTIMEWA
Powered by Blogger.

You can replace this text by going to "Layout" and then "Page Elements" section. Edit " About "

 
 

Sederhana tapi Istimewa | Diseñado por: Compartidísimo
Con imágenes de: Scrappingmar©

 
top