Korupsi dan anti korupsi
1. PENGERTIAN KORUPSI
Kata Korupsi berasal dari bahasa latin, Corruptio-Corrumpere
yang artinya busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalik atau menyogok. Menurut
Dr. Kartini Kartono, korupsi adalah tingkah laku individu yang menggunakan
wewenang dan jabatan guna mengeduk keuntungan, dan merugikan kepentingan umum.
Korupsi menurut Huntington (1968) adalah perilaku pejabat publik yang
menyimpang dari norma-norma yang diterima oleh masyarakat, dan perilaku
menyimpang ini ditujukan dalam rangka memenuhi kepentingan pribadi. Maka dapat
disimpulkan korupsi merupakan perbuatan curang yang merugikan Negara dan
masyarakat luas dengan berbagai macam modus.
Banyak para ahli yang mencoba merumuskan korupsi, yang jka
dilihat dari struktrur bahasa dan cara penyampaiannya yang berbeda, tetapi pada
hakekatnya mempunyai makna yang sama. Kartono (1983) memberi batasan korupsi
sebagi tingkah laku individu yang menggunakan wewenang dan jabatan guna
mengeduk keuntungan pribadi, merugikan kepentingan umum dan negara. Jadi
korupsi merupakan gejala salah pakai dan salah urus dari kekuasaan, demi
keuntungan pribadi, salah urus terhadap sumber-sumber kekayaan negara dengan
menggunakan wewenang dan kekuatankekuatan formal (misalnya denagan alasan hukum
dan kekuatan senjata) untuk memperkaya diri sendiri.
Korupsi terjadi disebabkan adanya penyalahgunaan wewenang
dan jabatan yang dimiliki oleh pejabat atau pegawai demi kepentingan pribadi
dengan mengatasnamakan pribadi atau keluarga, sanak saudara dan teman. Wertheim
(dalam Lubis, 1970) menyatakan bahwa seorang pejabat dikatakan melakukan
tindakan korupsi bila ia menerima hadiah dari seseorang yang bertujuan
mempengaruhinyaagar ia mengambil keputusan yang menguntungkan kepentingan si
pemberi hadiah. Kadang-kadang orang yang menawarkan hadiahdalam bentuk balas
jasa juga termasuk dalam korupsi. Selanjutnya, Wertheim menambahkan bahwa balas
jasa dari pihak ketiga yang diterima atau diminta oleh seorang pejabat untuk
diteruskan kepada keluarganya atau partainya/ kelompoknya atau orang-orang yang
mempunyai hubungan pribadi dengannya, juga dapat dianggap sebagai korupsi.
2. TINJAUAN
SOSIOLOGIS KORUPSI
Korupsi
Dalam Tinjauan Sosiologi Dan Agama
Korupsi. apa arti substantif dari istilah korupsi itu dalam
persefektif sosilogis dan ajaran silam? orang sering menilai bahwa korupsi
hanyalah identik dengan perbuatan penyalah gunaan keuangan negara, atau
terkadang disebut dengan (secara finansial) mengambil hak orang lain. asumsi
ini terkadang pula memandang bahwa perbuatan korupsi hanya bagi orang -orang
yang duduk di birokrasi pemerintahan, terlepas dari itu maka seseorang tidak
dinamakan korupsi, karena bisa saja orang-orang yang selama ini dipandang
rentan melakukan korupsi hanya orang-orang yang duduk dipemerintahan.
Bagi saya penyataan itu tentu benar. namun kalau dilihat
libih jauh, agaknya korupsi tidak cukup jika hanya dimaknai dengan
asumsi-asumsi yang disebut diatas. karena seiring dengan munculnya era
kebebasan (khususnya di republik ini) korupsi semakin sering terjadi dalam
berbagai modus dan musliihat yang dipakai. tidak harus pelaku-pelaku birokrasi
yang berpotensi melakukan korupsi pada uang negara, namun masyrakat umumpun
saat ini hampir terbuai dengan perbuatanan-perbuatan secara substantif
mengandung makna korupsi. jika diamati lebih jauh, rasa-rasanya korupsi hampir
berafiliasi dengan suluruh aspek relaita yang kini terjadi. seorang pembuat KTP
pun atau lebih familiarnya dengan julukan calo, jika administrasi yang dibayar
tidak ditambah dengan (katakanlah) komisi tmabahan yang umum terjadi
dimasyarakat, maka sulit untuk mendapatkan pelayanan yang tepat dan cepat dari
petugas yang bersangkutan.
Dan yang cukup mencengangkan adalah, kejadian yang bukan
fenominal lagi, pendidikan yang sejatinya adalah lembaga pendidik insan-insan
kamil, lembaga penerus bangsa dan agaman, justru terperangkap ke lembah yang
saat ini rentan melakukan korupsi. tidak jarang kita temukan pelaku-pelaku
pendidikan yang saat ini mendadak kaya lantaran tunjangan yang seharusnya di
realisasikan untuk pembangunan dan fasilitas sekolah, justru dipakai untuk
kepentingan-kepentingan pribadi. akhirnya, pola pikir anak didiknya pun
cendrung mengarah pada perbuatan korupsi. tentu ini hanya bagian kecil dari
sekian contoh modus korupsi yang terjadi di negara ini, tapi harusnya itu tidak
bisa dibiarkan. pendidikan adalah ruang untuk mebangun tatanan hidup bangsa,
jika pendidikan menjadi aktor. maka siapa yang ingin bertanggung jawab untuk
kemaslahatan negeri ini.
Ada banyak faktor mengapa korupsi terjadi dan seakan tak
pernah mengenal batas-batas norma, selain faktor diatas korupsi terjadi bisa
karena faktor kebutuhan ekonomi dan faktor kelas sosial (strata sosial). faktor
yang kedua ini lebih dekat pada perinsip-perinsif fiodalisma yang sampai saat
ini masih mengakar di setiap lapisan masyarakat, sehingga hal tersebut
menggugah seseorang untuk membangun identitasnya melalui harta.
menurut Karl Mark, seorang ekonom dan sosiolag modern barat menilai, kalas
sosial yang memiliki kedudukan tinggi di abad modern ini adalah kelas pemilik
modal, dimana kekuatan modal yang dimiliki dapat digunakan untuk mempengaruhi
masyarakat yang (secara ekonomi) lebih rendah. ini sejalan dengan teori-teori
okonomisme, bahwa transaksi ekonomi ada kalanya berbentuk barter, ada pula jual
beli. selanjutnya jual beli ini bisa berbentuk barang juga dengan bentuk jasa.
Yang umum terjadi dalam kehidupan sosial masyarakat adalah,
seiring meningkatnya globalisme ekonomi, maka pola pikir masyarakat cendrung
dengan daya-daya tarnsaksi. dimana melalui jasa yang yang di beli oleh pemilik
modal kepada kaum ekonomi rendah, kmudian memuncullkan proses mempengaruhi.
sehingga orang cendrung untuk saling mempengaruhi dengan jalan membangun
ekonomi, maka muncullah cara instan dengan potensi untuk melakukan korupsi.
Yang paling urgen akibat yang ditimbulkan oleh perbuatan
korupsi ini, kerugian yang harus di emban oleh orang lain, sehingga islam
sangat melarag segala bentuk perbuatan yang berbau korupsi. karena sebagai
agama rahmat seluruh ummaht (rahmatan lil alamin), perilaku-perilaku
korupsi merupakan perbuatan yang menyimpang dari sayri'ah yang dimiliki.
stidaknya penganut agama islam dapat menginternalisasikan apa yang menjadi
pola-pola yang selama ini menjadi ajaran islam untuk dapat di realisasikan
dalam kehidupan nyata, karena sebagaimana pernyataan Imam Al-Ghazali bahwa
perinsip dasar islam itu meliputi 1) pelindungan terhada agama. 2) Melindungi
jiwa. 3) Melindungi akal. 4) Melindungi keturunan. dan ke 5) Melindungi harta
benda.
Poin
ke lima ini yang harusnya menjadi sarana penjiwaan untuk menghindar dari segala
bentuk-bentuk harta diluar katagori halal. selain itu, apa yang menjadi nalar
philosofis bangsa selama ini tidak hanya dijadikan seremonia teks pelaksaan
upacara saja. poin ke 2 dan ke 5 dalam teks pancasala hendaknya juga menjadi
penunjang untuk turut menghidar dari perbuatan keji yang disebut dengan korupsi
ini. oleh sebab itu, marilah banahi jiwa dan pikiran kita dengan berdasar pada
basis keagaman dan falsafah negara yang disebut di ats, untuk terus menghindar
dari segala daya magnet korupsi.
Korupsi tidak hanya sebatas perbuatan penyalahgunaan
keuangan negara, atau terkadang disebut dengan (secara finansial) mengambil hak
orang lain .
Perbuatan korupsi
semakin sering terjadi dengan berbagai modus, tidak harus pelaku-pelaku
birokrasi saja yang berpotensi melakukan itu. Namun masyarakat umum pun sudah
banyak melakukan perbuatan yang mengandung korupsi.
Korupsi hampir berafiliasi dengan seluruh aspek realita yang
kini terjadi.ada banyak faktor mengapa korupsi terjadi dan seakan tidak pernah
mengenal batas-batas norma, diantaranya faktor ekonomi dan kelas sosial.
3. KERUGIAN DAN CIRI-CIRI PRAKTIK
KORUPSI
· KERUGIAN
PRAKTIK KORUPSI
Kerugian
negara yang ditimbulkan akibat korupsi jauh lebih besar daripada keuntungan
individual yang berasal dari korupsi tersebut. Hal ini dapat dicontohkan sebagai
berikut:
a.Seorang menerima uang
sogok sebesar Rp. 25.000, dari sopir truk yang muatannya jauh melebihi tonase
kekuatan jalan. Kerugian negara akibat kerusakan jalan dan jembatan akan jauh
lebih besar dari uang yang diterima penjaga jalan tersebut. Bagi bapak sopir
pun juga lebih untung muat lebih, karena dengan muatan sesuai tonase pun mungkin juga harus membayar.
b.Dengan membayar
sejumlah uang, penyelundup dapat memasukkan barang tertentu, misalnya sepatu,
keramik, dan lain-lain. Akibat penyelundupan ini maka industri sepatu, keramik
dalam negeri akan kalah bersaing. Kalau akibat barang penyelundupan sampai
mematikan industri dalam negeri, maka kerugian
negara dan atau perekonomian negara akan jauh lebih besar dari uang
sogok yang mereka terima.
·
Ciri-ciri Praktik
Korupsi
Ciri-ciri
korupsi menurut Syed Hussein Alatas dalam bukunya Sosiologi Korupsi (LP3ES
1976) halaman 12-13 antara lain dikemukakan sebagai berikut :
1) Korupsi senantiasa
melibatkan lebih dari satu orang. Hal ini tidak sama dengan kasus pencurian.
2) Korupsi pada umumnya
melibatkan keserbarahasiaan, kecuali di mana ia telah begitu merajarela dan
begitu berurat-berakar sehingga individu yang berkuasa atau mereka yang berada
dalam lindungannya tidak tergoda untuk
menyembunyikan perbuatan mereka.
3) Korupsi melibatkan
elemen kewajiban dan keuntungan timbal balik. Kewajiban dan keuntungan tidaklah
sentiasa berupa uang.
4)
Mereka yang
mempraktekkan cara-cara korupsi biasanya berusaha untuk menyelubungi
perbuatannya dengan berlindung di balik pembenaran hokum
· Ciri-ciri
Korupsi
1) Mereka
yang terlibat korupsi adalah mereka yang menginginkan keputusan-keputusan yang
tegas dan mereka mampu untuk mempengaruhi keputusan keputusan itu
2) Setiap
tindakan korupsi mengandung penipuan, biasanya pada badan publik atau masyarakat
umum
3) Setiap bentuk korupsi
adalah suatu pengkhianatan kepercayaan
4) Setiap bentuk korupsi
melibatkan fungsi ganda yang kontradiktif
dari mereka yang melakukan tindakan itu
5) Suatu perbuatan
korupsi melanggar norma-norma tugas dan pertanggungjawaban
dalam tatanan masyarakat. Ia didasarkan atas niat kesengajaan untuk
mempengaruhi kepentingan umum di bawah
kepentingan khusus
4. SEBAB
TERJADINYA KORUPSI
·
Sebab Timbulnya Korupsi Berdasarkan Tinjauan Sosiologi
Timbulnya
korupsi disebabkan oleh faktor-faktor berikut :
1) Ketiadaan atau kelemahan
kepemimpinan dalam posisi-posisi kunci yang mampu memberikan ilham dan
mempengaruhi tingkah laku yang menjinakkan korupsi. Sebagai mana dalam
peribahasa Cina dan Jepang, “ Dengan berhembusnya angin, melengkunglah buluh “
2) Kelemahan pengajaran-pengajaran
agama dan etika
3) Kolonialisme. Suatu pemerintahan
asing tidaklah menggugah kesetiaan dan kepatuhan yang diperlukan untuk membendung
korupsi
4) Kurangnya pendidikan
5) Kemiskinan
6) Tiadanya hukuman yang keras
7) Kelangkaan lingkungan yang subur
untuk perilaku anti korupsi
8) Struktur Pemerintahan
9) Perubahan radikal. Tatkala suatu
sistem mengalami perubahan radikal korupsi muncul sebagai suatu penyakit
tradisional.
· Sebab Timbulnya Korupsi Berdasarkan
Teori GONE
Ada
pula yang menjelaskan bahwa korupsi disebabkan adanya 4 unsur yang dikenal
dengan GONE, yaitu :
1) G – Greed (keserakahan,
ketamaan, kerakusan)
2) O – Oppurtunity (kesempatan)
3) N – Need (kebutuhan)
4) E – Exposure (pengungkapan, artinya
kalau terungkap hukumannya ringan atau sama artinya dengan kelemahan hukum)
Rupanya
4 unsur ini di negara kita sudah menyatu, sehingga orang tidak takut melakukan
korupsi.( disarikan dari Majalah Warta Pengawasan No.5 Tahun 1/1993)
·
Faktor Kekuasaan, Yurisdis, dan Budaya
Terdapat
pula hubungan antara korupsi dengan kekuasaan, hukum, dan budaya.
1)
Faktor Kekuasaan
Seorang
sejarahwan Inggris telah mengucapkan kata-kata yang termashur : “The power
tends to corrupt, absolute powers corrupts absolute “ (kekuasaan itu
cenderung ke korupsi, kekuasaan mutlak mengakibatkan korupsi mutlak pula).
2) Faktor Yuridis
Korupsi
yang disebabkan oleh faktor yuridis yaitu berupa lemahnya sanksi hukum maupun
peluang terobosan pada peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan
tindak pidana korupsi. Jika membicarakan lemahnya sanksi hukuman berarti
analisis pemikiran dapat mengarah pada dua aspek yaitu :
1. Aspek peranan hakim dalam
menjatuhkan hukuman.
2.Aspek sanksi yang lemah berdasarkan
bunyi pasal-pasal dan ayat-ayat pada peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
3) Faktor Budaya
Faktor ini berkaitan dengan
kepribadian yang meliputi mental dan moral. Dalam faktor ini termasuk
tidak adanya budaya malu.